KLATEN (KRjogja.com) - Kabupaten Klaten memiliki
segudang tempat yang bisa dijadikan sebagai wisata kuliner dengan
berbagai menu khas. Salah satunya nasi tumpang lethok yang berlokasi di
Jalan Raya Mayor Kusmanto, Kelurahan Semangkak, Kecamatan Klaten Tengah.
Bagi
Anda pecinta kuliner boleh mencobanya. Ada berbagai jenis tumpang
lethok di sana dengan harga terjangkau, seperti nasi tumpang lethok
istimewa Rp 15.000/porsi, nasi tumpang lethok komplit Rp 13.000/porsi
dan nasi tumpang lethok koyor Rp 9.000/porsi.
Dari sekian jenis
itu yang menjadi menu spesial adalah nasi tumpang istimewa komplit. Menu
ini disajikan lengkap dengan koyor (sesetan otot daging sapi), telur
rebus, krecek dan kurapan gudangan daun kates, bayem, nangka muda serta
daun jeruk.
Selain nasi tumpang lethok, ada juga menu lain berupa
ayam bakar/goreng, nasi sambal welut, nila bakar/goreng, tahu bacem dan
menu lainnya. Mengenai harga cukup merakyat. “Menu nasi tumpang lethok
disajikan dengan piring biasa. Sedangan untuk menua lain disajikan
dengan piring rotan,” ujar Yani, salah satu karyawan warung baru-baru
ini.
Warung sederhana ini memiliki parkir luas sehingga pengunjung
cukup leluasa memanjakan lidah sambil beristirahat. Warung ini juga
dilengkapi dengan hotspot sehingga pembeli bisa internetan sepuasnya.
Dilengkapi juga fasilitas mushola dan toilet.
Warung yang dikenal
dengan nama Nasi Tumpang Lethok Mbak Riyanti ini juga menerima pesanan
untuk partai besar dan kecil. Warung ini buka harian setiap pukul 06.00
WIB - 15.00 WIB. “Biasanya ramai pengunjung saat makan siang. Pengunjung
dari berbagai kalangan. Dijamin nikmat karena menggunakan bumbu khas,”
imbuhnya.
CAHS PJO GK
Sabtu, 02 Mei 2015
Minggu, 01 Juni 2014
Kamis, 29 Mei 2014
Jumat, 18 April 2014
Candi Gana yang Tersembunyi dan Terlupakan
DI sekitar
Candi Sewu di utara Prambanan, dahulu sesungguhnya terdapat beberapa
candi kecil yang mengelilingi. Salah satu yang masih ditemukan bekasnya
adalah Candi Gana, yang tersembunyi di kampung seberang Candi Sewu.
Candi Gana sendiri berada di bagian timur Candi Sewu seperti halnya Candi Rejo yang berada di utara, Candi Ngeblak berada di barat dan Candi bubrah di sisi selatan. Warga sekitar menyebutnya dengan nama Candi Asu sebab di salah satu batu terdapat relief singa yang menyerupai sosok anjing. Ini karena di Jawa aslinya tidak terdapat singa, sehingga model anjing dijadikan inspirasi pembuatan patung singa.
Menurut informasi yang tersedia, disebutkan bahwa candi ini dibangun pada abad ke IX oleh Dinasti Syailendra, yang juga membangun Borobudur. Ini dibuktikan melalui bentuk pelipit dan sisi genta, yang memang populer di abad tersebut.
Candi Gana sendiri kini sudah tidak utuh lagi, dan masih banyak bagian reruntuhannya yang berserakan. Namun nasibnya lebih baik, karena lebih 'berbentuk' daripada Candi Rejo ataupun Candi Ngeblak yang sama-sama mengeliling candi sewu.
Di kompleks candi ini bagian-bagian penting candi masih bisa terlihat, seperti relief, jaladwara hingga batu-batu berornamen. Relief yang ada banyak menampilkan gambar hewan, namun masih belum jelas itu diambil dari kisah apa.
Pintu masuk candi sendiri berada di arah barat. Di pintu masuk ini terdapat sebuah arca tanpa kepala yang sedang memegang sebuah bunga dan juga sedang menunggangi empat ekor ular.
Selain itu talang air atau yang sering disebut dengan nama jaladwara. Candi ini juga memiliki keunikan lain, yaitu terdapatnya arca kinara dan kinari, yang sudah tidak berkepala lagi. Kinara dan kinari adalah makhluk mitologis setengah manusia dan burung, yang dikisahkan menyanyikan dan memainkan musik di alam surga.
Di bagian timur candi ini terdapat sebuah badan stupa yang sudah tersusun dan di dalam reruntuhan candi banyak terdapat puncak stupanya. Karena itu, dapat dipastikan, ini adalah candi bernuansa Buddhis, meskipin tidak ada arca Buddha di sini. Candi ini berfungsi sebagai subordinat dari Candi Sewu yang menjadi pusatnya. Bersama candi-candi kecil lain, mereka bersama-sama membentuk susunan mandala, atau simbol lingkaran alam semesta.
Hingga kini, terdapat beberapa kayu penopang yang dipasang, menunjukkan bahwa candi tengah direnovasi. Namun tidak ada kejelasan sampai kapan candi ini dibiarkan menjadi reruntuhan, karena renovasi memang terhenti terkendala, salah satunya akibat dana.
Candi ini sendiri berada di Dusun Bener, Desa Bugisan, Prambanan, Klaten, Jawa Tengah. Untuk menuju candi ini cukup menuju Candi Sewu, lalu mencari gang di sebelah timur (seberangnya) yang mempunyai papan petunjuk Candi Gana. Candi ini berdiri persis di sebelah SD N Bugisan 1, Prambanan, Klaten. (Den)
Candi Gana sendiri berada di bagian timur Candi Sewu seperti halnya Candi Rejo yang berada di utara, Candi Ngeblak berada di barat dan Candi bubrah di sisi selatan. Warga sekitar menyebutnya dengan nama Candi Asu sebab di salah satu batu terdapat relief singa yang menyerupai sosok anjing. Ini karena di Jawa aslinya tidak terdapat singa, sehingga model anjing dijadikan inspirasi pembuatan patung singa.
Menurut informasi yang tersedia, disebutkan bahwa candi ini dibangun pada abad ke IX oleh Dinasti Syailendra, yang juga membangun Borobudur. Ini dibuktikan melalui bentuk pelipit dan sisi genta, yang memang populer di abad tersebut.
Candi Gana sendiri kini sudah tidak utuh lagi, dan masih banyak bagian reruntuhannya yang berserakan. Namun nasibnya lebih baik, karena lebih 'berbentuk' daripada Candi Rejo ataupun Candi Ngeblak yang sama-sama mengeliling candi sewu.
Di kompleks candi ini bagian-bagian penting candi masih bisa terlihat, seperti relief, jaladwara hingga batu-batu berornamen. Relief yang ada banyak menampilkan gambar hewan, namun masih belum jelas itu diambil dari kisah apa.
Pintu masuk candi sendiri berada di arah barat. Di pintu masuk ini terdapat sebuah arca tanpa kepala yang sedang memegang sebuah bunga dan juga sedang menunggangi empat ekor ular.
Selain itu talang air atau yang sering disebut dengan nama jaladwara. Candi ini juga memiliki keunikan lain, yaitu terdapatnya arca kinara dan kinari, yang sudah tidak berkepala lagi. Kinara dan kinari adalah makhluk mitologis setengah manusia dan burung, yang dikisahkan menyanyikan dan memainkan musik di alam surga.
Di bagian timur candi ini terdapat sebuah badan stupa yang sudah tersusun dan di dalam reruntuhan candi banyak terdapat puncak stupanya. Karena itu, dapat dipastikan, ini adalah candi bernuansa Buddhis, meskipin tidak ada arca Buddha di sini. Candi ini berfungsi sebagai subordinat dari Candi Sewu yang menjadi pusatnya. Bersama candi-candi kecil lain, mereka bersama-sama membentuk susunan mandala, atau simbol lingkaran alam semesta.
Hingga kini, terdapat beberapa kayu penopang yang dipasang, menunjukkan bahwa candi tengah direnovasi. Namun tidak ada kejelasan sampai kapan candi ini dibiarkan menjadi reruntuhan, karena renovasi memang terhenti terkendala, salah satunya akibat dana.
Candi ini sendiri berada di Dusun Bener, Desa Bugisan, Prambanan, Klaten, Jawa Tengah. Untuk menuju candi ini cukup menuju Candi Sewu, lalu mencari gang di sebelah timur (seberangnya) yang mempunyai papan petunjuk Candi Gana. Candi ini berdiri persis di sebelah SD N Bugisan 1, Prambanan, Klaten. (Den)
AIR TERJUN ABADI MADAKARIPURA
Pesona Alam Berbalut Legenda Gadjah Mada
AIR Terjun
Madakaripura acapkali dikenal sebagai tempat bertapa selama akhir hayat
Mahapatih Gadjah Mada ini merupakan salah satu surga tersembunyi di kaki
Gunung Tengger. Pesona keindahan air terjun tertinggi se-Jawa dan kedua
se-Indonesia ini tidak akan kalah menawan dengan objek lainnya yang
juga berada di kawasan tersebut yaitu keindahan Gunung Bromo dan
kemegahan puncak tertinggi di Jawa Gunung Semeru.
Salah satu wisata alam ini masuk dalam kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, tepatnya berlokasi di Desa Sapih, Lumbang, Probolinggo Jawa Timur atau sekitar 3 jam dari Surabaya dengan kendaraan. Selain keindahannya, air terjun setinggi 200 meter ini konon merupakan area meditasi paling akhir Gadjah Mada dari Kerajaan Majapahit yang populer dengan sumpah palapanya.
Air terjun yang menjulang tinggi ini dijuluki air terjun abadi dikarenakan sejak jaman dahulu selalu mencurahkan tirai air halus seperti hujan. Lokasi air terjun menawan ini tersembunyi di ujung lembah yang berada didalam di kaki Gunung Tengger. Untuk dapat menyaksikan air terjun nan spektakuler ini diperlukan waktu jalan kaki sekitar 20 menit menyeberangi sungai, jalan setapak dan jalur berbatu untuk mencapai lokasi air terjun.
Nama Madakaripura konon terkait erat dengan sejarah panjang Kerajaan Majapahit dengan kejayaan pemerintahan Hayam Wuruk yang memiliki Mahapatih Gadjah Mada. Madakaripura berasal dari kata Mada Kari Pura yang memiliki arti sebagai 'Tempat Tinggal Terakhir' dimana nama ini disematkan dari kepercayaan masyarakat sekitar yang mengatakan disinilah Gadjah Mada melewati masa akhir hidupnya.
Sebelum mencapai air terjun tersebut, terlebih dahulu pengunjung akan disambut oleh patung besar Mahapatih Gadjah Mada dengan posisi duduk bermeditasi seakan menyambut dan menyapa setiap pengunjung di pintu masuk area air terjun. Pengunjung tidak dikenai biaya masuk, hanya saja warga sekitar lokasi wisata tersebut pasti akan menawarkan jasanya untuk memandu wisatawan guna mencapai tujuan utama.
Tidak perlu khawatir, para pemandu lokal ini tidak memberikan patokan harga atas jasanya alias seikhlasnya wisatawan memberi atau berdasarkan kesepakatan sebelumnya dan mereka tidak membatasi jumlah pesertanya. Usai memilih pemandu asal Desa Sapih yang bernama Slamet, saya beserta teman-teman melanjutkan perjalanan menuju air terjun legenda tersebut dengan berjalan kaki. Meskipun cukup jauh suguhan panorama yang hijau indah di kanan kiri jalur menuju air terjun adalah hiburan tersendiri yang bisa melenyapkan rasa capek.
Sepanjang perjalanan, Slamet menceritakan kisah pertamaan Gadjah Mada menurut versi nenek moyangnya. Dia mengatakan konon salah satu orang sakti dan penting Majapahit yang tidak lain adalah Gadjah Mada tengah melakukan pengembaraan dan akhirnya tiba di Madakaripura. Madakaripura dipilihnya sebagai tempat bertapa karena menurut keyakinannya, disini bukan tempat sembarangan. Hal ini terbukti dimana Gadjah Mada memperoleh kesaktian dan kepercayaan diri yang kuat dalam mempersatukan tanah nusantara. Mahapatih Gajah Mada juga menghabiskan akhir hayatnyadi Madakaripura.
"Ada yang bilang Gadjah Mada bersemedi hingga akhir meninggal disini. Yang pasti disini merupakan area penting, bersejarah dan sakral yang dibalut dengan keindahan alamnya," kata Pak Slamet.
Tidak terasa asyik mendengarkan cerita Pak Slamet, ternyata saya sudah hamipr mendekati air terjun tersebut. Disini pengujung akan dimanjakan dengan berbagai penjaja gorengan dan minuman yang berjajar rapi, cocok untuk sekedar melepas letih setelah berjalan setidaknya 800 meter dari lokasi pintu masuk patung Gadjah Mada atau parkir kendaraan. Selain itu, penyedia jasa payung dan plastik juga tidak kalah heboh menarik perhatian pengunjung untuk meyewa payungnya atapun membeli plastik agar terlindung dari air.
Apabila tidak ingin basah atau terhindar dari guyuran air terjun, pengujung disarankan menyewa payung yang dibanderol Rp 3000 prer payung ataupun melindungi barang-barang berharga agartidak terkena air dengan membeli kantong plastik yang dijual seharga Rp 1000 untuk kantong. Setelah menyewa payung dan membeli kantong plastik, perjalanan masih berlanjut menuju sebuah lembah berupa layaknya tabung di mana terdapat air terjun berketinggian 200 meter berada.
Air terjun ini terlihat gagah menjulang yang dkelilingi tembok berupa tebing batu yang tinggi. Debit air terjun Madakaripura yang jatuh memukau siapapun yang melihatnya, inilah gunanya payung untuk melindungi tubuh pengjung dari derasnya air terjun kecuali ingin berbasah-basahan. Pesona cahaya matahari yang menyoroti lumut hijau basah di dinding berbatu dibarengi nada gemuruh air bisa dikatan merupakan suatu keindahan yang mustahil ditemukan di tempat lainnya.
Setelah puas dan berfoto sambil menikmati keindahan air terjun ini, dijamin pengjung akan berdecak kagum serta puas meskipun sekujur tubuh cukup basah meskipun memakai payung. Disarankan bagi yang mengunjungi air terjun cantik ini untuk membawa baju ganti atau jas hujan serta memakai alas kaki yang nyaman, sebab jalur yang dilalui adalah medan yang licin. Nah selamat berwisata dan berpetualang. (Fira Nurfiani)
Salah satu wisata alam ini masuk dalam kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, tepatnya berlokasi di Desa Sapih, Lumbang, Probolinggo Jawa Timur atau sekitar 3 jam dari Surabaya dengan kendaraan. Selain keindahannya, air terjun setinggi 200 meter ini konon merupakan area meditasi paling akhir Gadjah Mada dari Kerajaan Majapahit yang populer dengan sumpah palapanya.
Air terjun yang menjulang tinggi ini dijuluki air terjun abadi dikarenakan sejak jaman dahulu selalu mencurahkan tirai air halus seperti hujan. Lokasi air terjun menawan ini tersembunyi di ujung lembah yang berada didalam di kaki Gunung Tengger. Untuk dapat menyaksikan air terjun nan spektakuler ini diperlukan waktu jalan kaki sekitar 20 menit menyeberangi sungai, jalan setapak dan jalur berbatu untuk mencapai lokasi air terjun.
Nama Madakaripura konon terkait erat dengan sejarah panjang Kerajaan Majapahit dengan kejayaan pemerintahan Hayam Wuruk yang memiliki Mahapatih Gadjah Mada. Madakaripura berasal dari kata Mada Kari Pura yang memiliki arti sebagai 'Tempat Tinggal Terakhir' dimana nama ini disematkan dari kepercayaan masyarakat sekitar yang mengatakan disinilah Gadjah Mada melewati masa akhir hidupnya.
Sebelum mencapai air terjun tersebut, terlebih dahulu pengunjung akan disambut oleh patung besar Mahapatih Gadjah Mada dengan posisi duduk bermeditasi seakan menyambut dan menyapa setiap pengunjung di pintu masuk area air terjun. Pengunjung tidak dikenai biaya masuk, hanya saja warga sekitar lokasi wisata tersebut pasti akan menawarkan jasanya untuk memandu wisatawan guna mencapai tujuan utama.
Tidak perlu khawatir, para pemandu lokal ini tidak memberikan patokan harga atas jasanya alias seikhlasnya wisatawan memberi atau berdasarkan kesepakatan sebelumnya dan mereka tidak membatasi jumlah pesertanya. Usai memilih pemandu asal Desa Sapih yang bernama Slamet, saya beserta teman-teman melanjutkan perjalanan menuju air terjun legenda tersebut dengan berjalan kaki. Meskipun cukup jauh suguhan panorama yang hijau indah di kanan kiri jalur menuju air terjun adalah hiburan tersendiri yang bisa melenyapkan rasa capek.
Sepanjang perjalanan, Slamet menceritakan kisah pertamaan Gadjah Mada menurut versi nenek moyangnya. Dia mengatakan konon salah satu orang sakti dan penting Majapahit yang tidak lain adalah Gadjah Mada tengah melakukan pengembaraan dan akhirnya tiba di Madakaripura. Madakaripura dipilihnya sebagai tempat bertapa karena menurut keyakinannya, disini bukan tempat sembarangan. Hal ini terbukti dimana Gadjah Mada memperoleh kesaktian dan kepercayaan diri yang kuat dalam mempersatukan tanah nusantara. Mahapatih Gajah Mada juga menghabiskan akhir hayatnyadi Madakaripura.
"Ada yang bilang Gadjah Mada bersemedi hingga akhir meninggal disini. Yang pasti disini merupakan area penting, bersejarah dan sakral yang dibalut dengan keindahan alamnya," kata Pak Slamet.
Tidak terasa asyik mendengarkan cerita Pak Slamet, ternyata saya sudah hamipr mendekati air terjun tersebut. Disini pengujung akan dimanjakan dengan berbagai penjaja gorengan dan minuman yang berjajar rapi, cocok untuk sekedar melepas letih setelah berjalan setidaknya 800 meter dari lokasi pintu masuk patung Gadjah Mada atau parkir kendaraan. Selain itu, penyedia jasa payung dan plastik juga tidak kalah heboh menarik perhatian pengunjung untuk meyewa payungnya atapun membeli plastik agar terlindung dari air.
Apabila tidak ingin basah atau terhindar dari guyuran air terjun, pengujung disarankan menyewa payung yang dibanderol Rp 3000 prer payung ataupun melindungi barang-barang berharga agartidak terkena air dengan membeli kantong plastik yang dijual seharga Rp 1000 untuk kantong. Setelah menyewa payung dan membeli kantong plastik, perjalanan masih berlanjut menuju sebuah lembah berupa layaknya tabung di mana terdapat air terjun berketinggian 200 meter berada.
Air terjun ini terlihat gagah menjulang yang dkelilingi tembok berupa tebing batu yang tinggi. Debit air terjun Madakaripura yang jatuh memukau siapapun yang melihatnya, inilah gunanya payung untuk melindungi tubuh pengjung dari derasnya air terjun kecuali ingin berbasah-basahan. Pesona cahaya matahari yang menyoroti lumut hijau basah di dinding berbatu dibarengi nada gemuruh air bisa dikatan merupakan suatu keindahan yang mustahil ditemukan di tempat lainnya.
Setelah puas dan berfoto sambil menikmati keindahan air terjun ini, dijamin pengjung akan berdecak kagum serta puas meskipun sekujur tubuh cukup basah meskipun memakai payung. Disarankan bagi yang mengunjungi air terjun cantik ini untuk membawa baju ganti atau jas hujan serta memakai alas kaki yang nyaman, sebab jalur yang dilalui adalah medan yang licin. Nah selamat berwisata dan berpetualang. (Fira Nurfiani)
OBJEK WISATA BARU DI GUNUNGKIDUL Berpetualang di Goa Asri - Gereng - Emas
GUNUNG KIDUL (KRjogja.com) - Traveler yang haus wisata
adrenalin bisa menyambangi Karangmojo di Kabupaten Gunungkidul. Di sini
terdapat Gua Asri, Goa Gereng dan Goa Emas yang punya keunikan
terdendiri ketiganya. Penasaran?
Ketiga goa tersebut terletak di Padukuhan Seropan, Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo, Gunungkidul. Dari Wonosari, Anda tinggal menyusuri jalan sampai bertemu bunderan sihono. Ikuti jalur tersebut sampai bertemu papan lain, bertuliskan jelajah wisata goa. Ini dikarenakan letak ketiga goa tersebut masih satu rangkaian dengan Goa Pindul yang lebih dahulu terkenal.
Jangan kaget, karena jalannya berliku dan naik-turun. Setelah melintasi desa dan pesawahan sekitar 3 Km, Anda akan melihat sekertariat Panji Wisata Goa Emas - Goa Pindul - Tubing Kali Oya yang terletak dipinggir jalan raya.
Goa Asri - Gereng - Emas populer di kalangan turis asing dan lokal. Gua ini menawarkan wisata petualangan di dalam gua kapur, lengkap dengan sungai bawah tanah dan hutan purba. Ketiga goa ini merupakan perpaduan goa vertikal dan horizontal. Letaknya di tengah areal ladang kering yang berbatu. Jalan menuju lokasi cukup menantang akibat banyaknya batuan di sepanjang jalan.
Menuju dasar Goa Asri, traveler harus menuruni tebing sekitar 10 meter mulai dari perkebunan para warga. Sesampainya di dasar, Anda bisa menikmati keindahan goa ini termasuk menikmati stalaktit dan stalakmit yang sangat indah dan mengagumkan. Di dalam goa ini traveler akan menyusuri ruangan goa sepanjang 150 meter, dengan kedalaman air berfariasi antara 20-30 centimeter.
Di dasar Gua Gereng, pancaran sinar matahari yang menerobos kegelapan tampak sangat menakjubkan. Sinar matahari ini menyentuh sejumlah stalaktit dan stalakmit yang terbentuk oleh tetesan air ribuan tahun lamanya. Didalam goa kedua ini para traveler akan melihat langsung petilsan Glatik Madrim dengan aula yang luas.
Ketiga goa tersebut terletak di Padukuhan Seropan, Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo, Gunungkidul. Dari Wonosari, Anda tinggal menyusuri jalan sampai bertemu bunderan sihono. Ikuti jalur tersebut sampai bertemu papan lain, bertuliskan jelajah wisata goa. Ini dikarenakan letak ketiga goa tersebut masih satu rangkaian dengan Goa Pindul yang lebih dahulu terkenal.
Jangan kaget, karena jalannya berliku dan naik-turun. Setelah melintasi desa dan pesawahan sekitar 3 Km, Anda akan melihat sekertariat Panji Wisata Goa Emas - Goa Pindul - Tubing Kali Oya yang terletak dipinggir jalan raya.
Goa Asri - Gereng - Emas populer di kalangan turis asing dan lokal. Gua ini menawarkan wisata petualangan di dalam gua kapur, lengkap dengan sungai bawah tanah dan hutan purba. Ketiga goa ini merupakan perpaduan goa vertikal dan horizontal. Letaknya di tengah areal ladang kering yang berbatu. Jalan menuju lokasi cukup menantang akibat banyaknya batuan di sepanjang jalan.
Menuju dasar Goa Asri, traveler harus menuruni tebing sekitar 10 meter mulai dari perkebunan para warga. Sesampainya di dasar, Anda bisa menikmati keindahan goa ini termasuk menikmati stalaktit dan stalakmit yang sangat indah dan mengagumkan. Di dalam goa ini traveler akan menyusuri ruangan goa sepanjang 150 meter, dengan kedalaman air berfariasi antara 20-30 centimeter.
Di dasar Gua Gereng, pancaran sinar matahari yang menerobos kegelapan tampak sangat menakjubkan. Sinar matahari ini menyentuh sejumlah stalaktit dan stalakmit yang terbentuk oleh tetesan air ribuan tahun lamanya. Didalam goa kedua ini para traveler akan melihat langsung petilsan Glatik Madrim dengan aula yang luas.
Langganan:
Postingan (Atom)